December 26, 2011

Tentang Sahabat

A little big thing.

Sejenak cobalah Anda memejamkan mata. Cukup bayangkan di depan Anda ada sebuah toko bunga yang megah. Ia menyediakan berbagai macam bunga dengan warna dan wangi yang berbeda-beda. Bunga apa yang akan Anda pilih? Dan seberapa banyak?

Permainan ini saya dapatkan beberapa hari yang lalu dalam sebuah english club. Memang sederhana, tapi siapa sangka ternyata bunga yang kita pilih menggambarkan seperti apa sahabat dan bagaimana kita memperlakukan sahabat kita. Ya, ini tentang sahabat.

Dulu, entah dalam hitungan berapa tahun lalu, saya mungkin akan mengambil satu atau dua mawar untuk mengisi vas cantik di kamar. Mawar itu cantik dan berharga, pikir saya. Dan begitulah. Saat itu, saya memilih untuk bersahabat dengan beberapa orang saja. Segelintir yang mungkin dapat dihitung dengan jari. Namun sungguh, saya menganggap mereka terlalu istimewa. Sampai-sampai sulit untuk dilepaskan.

Semakin hari entah mengapa selera saya berubah. Saya tidak lagi berfokus pada satu bunga. Mereka, semuanya yang ada di ruangan toko itu, saya menginginkan mereka semua memenuhi kamar saya. Sungguh. Saya suka warna-warni bunga kertas meskipun baunya tidak harum. Saya jadi suka bunga penuh warna yang banyak. Lalu teman saya berkomentar, "Kamu suka dikelilingi banyak teman. Dengan berbagai sifat, dengan macam macam karakter." Saya terdiam sebentar. Memejamkan mata. Dan...
Ah, ya!

Ia benar. Seratus persen benar. Kali ini saya merasa sangat tidak adil apabila hanya menjadikan segelintir mawar sebagai teman baik. Tidak adil rasanya di tengah semua kebaikan yang telah diberikan semua teman saya, ya! semuanya. Sahabat saya sejak bayi, yang kemudian saya menyebut mereka keluarga. Sahabat saya sedari SD, bahkan TK, SMP, SMA, sampai sahabat-sahabat baru yang saya temui di setiap kesempatan. Di organisasi, universitas, atau sekadar event-event singkat tapi memorable. Rasanya sungguh tidak adil kalau saya hanya aware dengan sebagian-sebagian. Mereka semua bagi saya, sudah mewujud dalam kesatuan kausal bersama momen dan kasih sayang yang diberkahkan Tuhan.

Jadi, tidak ada lagi teori take and give dalam sebuah persahabatan di mata saya. The more you give, the more you get. Karena alasan satu-satunya adalah mereka telah menjadi rezeki dari Tuhan hanya dengan berada di dekat kita. It's time to love them as much as we can, without being afraid of lacking it. Saatnya saling berkasih sayang tanpa harus takut kehabisan rasa itu. Tuhan akan mengisinya lagi seketika sebelum ia habis. Bukankah saya juga tahu bahwa Tuhan menjanjikan menara-menara cahaya di surga? Saya masih ingat, menara cahaya itu bahkan membuat iri para nabi dan syuhada. Semua itu bagi mereka, manusia-manusia yang saling menjalin simpul kasih sayang karena Dia. Masya Allah.

Dan tulisan ini saya dedikasikan kepada sahabat-sahabat saya. Yang dengan warna dan harumnya masing-masing memberi sebentuk kasih sayang berbeda. Yang sungguh selalu saya rindukan cerita dan celotehannya hampir di setiap saat. Yang kalau ditanya, mereka adalah the comfort zone yang saya tidak pernah ingin jauh berjarak. Yang baik dan sedikit banyak menjadikan saya lebih baik.

Ana uhibbuki fillah. Sungguh, saya mencintai kalian karena Allah.

December 17, 2011

Ajari Aku

Ajari aku menjadi sebebal karang
Yang tak mau mendengar deru ombak
Yang bising menempa tanpa belas kasihan

Ajari aku menjadi setangguh gunung
Yang tak peduli ejekan angin
Yang mengimingi indahnya belahan dunia lain

Ajari aku menjadi sekuat beringin
Yang tak menggubris kemarahan badai
Yang membawanya berpusar tak tentu arah

Ajari aku menjadi sekeras batu
Yang tak kesakitan ketika kau
Yang culas itu membenturkannya dari hulu

Tapi

Ajari aku menjadi selembut lilin
Yang merelakan tubuhnya leleh mencair
Demi sulutnya sekitar dengan cahaya kecil

Ajari aku menjadi setabah awan
Yang mencurahkan seluruh dirinya berjatuhan
Demi rintikan hujan yang ditunggu tetumbuhan

Ajari aku menjadi setulus kayu
Yang membakar diri menjadi abu
Demi sebaran panas pereda gigil kedinginan

Ajari aku menjadi selembut senja
Yang meneduhkan dengan semburatnya
Demi para penyair, para perindu romansa

Ya

Ajari aku menjadi karang
Menjadi gunung
Menjadi beringin
Menjadi batu

Ajari aku menjadi lilin
Menjadi awan
Menjadi kayu
Menjadi senja

Hanya agar aku tak peduli
Padamu saat mencaci maki
Hanya agar aku jatuh cinta sepenuh hati
Padamu jua,
Yang menjadi teman diri
Seumur hidup sampai mati
*** ***
 P.S.
Puisi ini saya comot dari tugas Dasar-Dasar Penulisan seminggu lalu.

December 6, 2011

Little Big Things to Share

Akhirnya saya punya blog! Haha..
Sebuah ucapan selamat datang yang mungkin lain dari yang sudah-sudah.
Lebih tepatnya, ungkapan kelegaan setelah sekian lama keinginan ini tertunda.

Ya, ini serius, saya sudah sangat lama ingin merasakan sensasi menulis semacam ini.  Sejak internet baru dikenalkan kepada saya melalui tempat bernama warnet yang dulu kesannya "zona dewasa". Sejak internet belum beredar luas di rumah-rumah. Sejak AXIS belum meng-klaim bahwa internet untuk rakyat (atau bahkan sebelum AXIS ada di pasaran?). Sejak friendster menjadi satu-satunya jejaring sosial yang dianggap paling keren di kalangan remaja. Sejak saat itu saya sudah ingin sekali punya blog. Menulis ide-ide atau sekedar curahan hati colongan yang bisa dibaca siapa saja. Saya ingin berbagi cerita hidup.

Namun sayangnya saya orang yang berpikir terlalu panjang. Saking panjangnya sampai-sampai semua hanya berhenti di zona "pikir" dan tidak pernah mewujud dalam sebuah realisasi nyata. Saking panjangnya sampai-sampai terlalu banyak pertimbangan yang akhirnya men-distraksi pikiran tadi. Waktu itu, internet belum semurah dan se-accessable sekarang. Warnet masih jarang, harganya lumayan mahal untuk kantong anak SMP, pun loading-nya bisa membuat jarum jam capek sendiri menunggu.

Apabila dirunut dari awal, blog ini akhirnya lahir setengah dipaksa. Keinginan saya membuat blog akhirnya datang lagi setelah ada tugas mata kuliah Dasar Dasar Penulisan, sekitar enam tahun setelah ide awal saya tadi muncul. Dosen saya mewajibkan mahasiswanya meng-upload tugas di blog. Walhasil, saya yang belum jadi-jadi membuat blog akhirnya terpaksa juga. Niat saya tambah membuncah setelah kerasukan ide dari teman-teman yang sudah nge-blog sejak lama. Belum lagi beberapa hari ini Tuhan mengirimi saya banyak orang yang sukses berbagi cerita lewat blog.

And finally this one little big thing comes out.

Here I write what I see
I share little things in my life
Well I never promise it will be inspiring
But you can trust me to share inspiration
From people surrounds I know
From things surrounds I see
From thoughts surrounds I discuss with
From ideas surrounds I impressed with


Yes,
From any little things that I really am sure
It is reflections for me
And for you too, I hope
Cause big thing
comes from little things around us.

October 6, 2011

Wow! Ini Saya Sebut Keajaiban #ddp

Kejadiannya hanya berlangsung sebentar, tidak sampai lima menit malah. Tapi saat yang sangat singkat itu cukup membuat saya merasa begitu wow! Ya, hanya satu ungkapan wow! yang berkecamuk dalam otak. Melekat terus menerus sampai saya menyelesaikan mata kuliah agama dan memarkirkan motor di garasi rumah.

Hari itu Selasa, 4 Oktober 2011 sekitar pukul tiga sore, tepatnya selepas saya sholat ashar di mushola. Keluar dari tempat wudhu putri sambil sedikit tergesa-gesa mengejar gerombolan teman sekelas. Sampai tiba-tiba ada seseorang memanggil, “Puri?” Saya berhenti, berbalik, dan celingukan. “Puri, kan?” akhirnya si Pemanggil memastikan. Sudah mengiyakan konfirmasinya, tapi saya masih belum mengenali orang ini. Kemudian dia mulai menyebutkan namanya dan berbicara tentang CIMB, offering letter, dan hal lainnya. Ah! Bibir saya mengembang. Sungguh keajaiban bertemu dia di sini, di kampus ini.

Dia bukan kakak angkatan ternyata, dia teman seangkatan saya. Asalnya dari Surabaya, atau entahlah sekitar Jawa Timur. Sebenarnya kami belum pernah kenal bahkan bertemu sebelumnya. Namun beberapa bulan yang lalu, kami sama-sama mengikuti seleksi program beasiswa yang sama di kota kami masing-masing. Saat ini seleksi program tersebut sudah masuk ke tahap akhir, kami adalah dua dari lima yang berada di tahap itu. Hal yang menarik adalah dia mengenali saya hanya lewat foto. Instansi tempat kami mengajukan beasiswa memang mencantumkan foto lima kandidat yang lolos seleksi tahap akhir pada email pemberitahuan dari mereka. Dan wow! Benda sesederhana itulah yang membuat saya bertemu teman seperjuangan saya.

Awalnya sungguh saya tidak pernah sama sekali membayangkan dapat bertemu dengan teman-teman sesama kandidat yang notabene tersebar di Jakarta, Surabaya, bahkan sampai Jambi. Kota-kota besar itu telah memiliki universitas favorit masing-masing yang menurut saya pasti dipilih oleh mereka. Namun ternyata Tuhan menggariskan jauh dari perkiraan. Teman seperjuangan yang memanggil nama saya sore itu ternyata kuliah di kampus ini. Ya, di Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Yang berbeda hanyalah saya mengambil program studi Ilmu Komunikasi, sedangkan dia mengambil Ilmu Hubungan Internasional. Wow! Dan yang lebih mengejutkan lagi, satu lagi teman lain sesama kandidat dari Surabaya, juga berkuliah di kampus ini. Sama-sama Ilmu Hubungan Internasional dan sekelas malah. Wow! Betapa bumi ini begitu sempit, Tuhan!

Oh, saya belum menceritakan tentang beasiswa yang saya dan empat teman lain ikuti. Program ini merupakan beasiswa kuliah di luar negeri dari salah satu Bank di Asia. Universitas tempat beswan nantinya menimba ilmu juga sudah ditentukan. Di sana saya mengambil jurusan Administrasi Bisnis karena tidak ada program studi Komunikasi seperti di UGM. Selama memutuskan untuk mengambil jurusan itu, saya selalu berharap teman seperjuangan saya juga ada yang memilih Administrasi Bisnis. Hari itu juga yang saya sebut keajaiban terjadi, wow! Ternyata teman yang berdiri di depan saya itu juga mengambil jurusan yang sama. Sama-sama Administrasi Bisnis.

Pertemuan unik tak disangka-sangka itu lalu berlanjut dengan saling bertukar informasi. Sejujurnya saat itu saya memang sedang butuh banyak info tentang surat kepastian untuk beasiswa tersebut. Saya menunggunya selama berminggu-minggu, tapi belum juga saya terima. Dan sekali lagi, wow! Dialah satu-satunya dari kami berlima yang sudah mendapat surat itu. Secara otomatis, dia adalah orang yang paling ingin saya tanyai tentang isi dan thethek bengek dari surat itu. Syukurlah dia begitu baik hati sehingga membagi semua informasi yang diketahuinya kepada saya. Cukup lega rasanya. Sungguh! Tuhan sedang memudahkan saya.

Hari itu saya menemukan teman baru. Awalnya kami tak saling mengenal, bahkan besar di tanah kelahiran berbeda. Namun hari itu saya menjalin jejaring pertemanan baru. Sebagai sahabat seperjuangan yang saling membantu, saling mempermudah.
Bagi saya inilah keajaiban. Ketika semua yang baru saja terjadi ini begitu absurd di otak namun nyata di mata. Pertemuan tak di sengaja menjadi pertemanan sebagai yang senasib sepenanggungan. Wow! sungguh menakjubkan!##


blogger template by lovebird