April 27, 2012

Lost

Little big things

Lost is just a phase of a journey that give you few times to think "Where am I now?"
Puri Rahmawati - 19 years old


Entah kenapa kalimat itu sering sekali berputar di otak saya. Bukan, itu bukan kutipan dari seseorang ternama atau bersejarah. Kalimat itu muncul begitu saja dari otak saya secara random. Begitu mucul, dia melekat sebegitu eratnya sampai sekarang. Malam ini. Saat tanggal di sudut kanan bawah layar ini hampir berganti.

Well, no, it's not about homesick anymore. Saya sudah memikirkannya betul-betul. Ini bukan tentang rindu kampung halaman. Ini sepenuhnya tentang ritme kehidupan baru yang sedang berusaha saya tangkap iramanya.

I felt like lost or I do still feel like lost. Entahlah. Ada saat-saat di mana saya tidak tahu bagaimana harus bersikap. Ada saat-saat di mana saya tiba-tiba saja tidak ingat seperti apa saya dulu. Ada waktu di mana entah bagaimana caranya saya lupa bagaimana saya seharusnya di sini. Sementara itu saya belum sepenuhnya berhasil mentransformasikan diri ke dalam lingkungan yang baru. Belum lagi terkadang hal yang buruk datang saat kondisi sedang buruk, memperburuk apa yang sudah terlanjur buruk.

Well, kalau merujuk kalimat yang masih saja stuck di kepala saya itu, seharusnya perasaan saya membaik. Maka dari itu, saya mencoba meyakinkan diri bahwa ini hanya tentang waktu. Seperti belajar menari, ada masa di mana kita butuh untuk melihat dan memahami setiap gerakan, ritme yang tepat, serta irama yang benar. Saya meyakinkan diri, saya sedang di fase itu. Sampai kapan? Entah. Saya tak mau buru-buru. I'll just take my time, no need to rush otherwise I'll be lost further and further. Totally lost my life rhythm, living in someone else's life.

Bismillah. Semesta mendukung.

April 8, 2012

Malaysia : Kesan Pertama

Little big things



Akhirnya setelah sekian lama menelantarkan blog ini saya kembali, beradu di depan layar dengan tik-tok keyboard yang menyenangkan. Kali ini di tempat yang baru, bahkan dengan keyboard berbeda dengan yang saya pakai untuk posting tulisan-tulisan sebelumnya. Ya, sudah dua bulan lebih sekian hari sejak saya akhirnya memilih meninggalkan Jogja menuju ke sini, Kuala Lumpur, Malaysia.

Sebenarnya semacam terlambat untuk memberi judul "Kesan Pertama". Saya sudah melewatkan puluhan hari. Well, tapi entah mengapa saya merasa perlu menuliskannya. Beberapa point of view tentang tempat yang akan saya tinggali selama beberapa tahun ini. Beberapa kesan yang, jujur, sempat membuat kaget, menghela napas, maupun senyum-senyum senang.

Tentang Saya di Hari-hari Pertama
meja saya, yang tidak pernah bosan saya pandangi
Saya asli darah Jogja. Orang tua saya Jogja. Keluarga besar saya mayoritas tinggal di Jogja. Tidak ada alasan kuat bagi saya untuk pergi ke luar kota, selain sekedar jalan-jalan atau berlibur. Lalu sekarang saya di sini, keluar dari sebuah kota nyaman yang selama ini menjadi zona nyaman saya. Mungkin itulah yang membuat beberapa hal terasa berat di hari-hari awal. Ya, fase adaptasi. Fase di mana saya harus menyesuaikan diri dengan iklim, makanan, bahasa, kebiasaan, dan lingkungan yang sama sekali baru.
Kalau boleh mengaku, saya akhirnya tahu bagaimana rasanya homesick. Saya kangen rumah, saya rasanya ingin pulang. Tapi beruntunglah di masa-masa itu banyak orang menguatkan. Dukungan keluarga dan sahabat, beberapa kado cantik dari teman-teman terbaik, konsultasi sana-sini dengan berbagai macam orang. Saya masih ingat seorang teman bilang, semuanya akan beranjak baik setelah dua minggu. Dan ya, dia seratus persen benar. Semakin hari semakin baik, saya mulai bisa menikmati ritme hidup di rantau. Lama kelamaan terasa menyenangkan. Banyak hal baru yang menanti untuk dicoba, tempat baru untuk didatangi, pengalaman baru yang harus dirasakan. Semua itu membuat saya mulai bersemangat menjalani hari-hari studi. Dan akhirnya, beginilah saya sekarang. Menjalani pola hidup baru sembari secara rutin bertanya kabar tentang Indonesia saya.

Tentang Iklim dan Waktu Baru
jakarta pagi hari, tepat sebelum berangkat
Ya, saya tahu topik ini semacam tidak begitu penting. Topik yang sering digunakan orang hanya untuk basa-basi yang menjadi semakin basi. Tapi sungguh, bagi saya, perbedaan iklim menjadi suatu 'kesan pertama'. Saya tinggal di Kuala Lumpur yang notabene terletak di dekat khatulistiwa. Jadi dapat dibayangkan, daerah di sini cukup panas. Suhu rata-ratanya sekitar 31 derajat celcius, atau sepertinya dapat lebih panas lagi saat siang hari. Selain itu, udara di sini juga lembap. Orang Jawa menyebutnya pliket, semacam lembap dan panas dicampur bersama-sama.
Well, beruntunglah saya datang pada musim hujan. Beberapa hari terakhir ini hujan tidak enggan turun. Basah memang, bahkan kadang merepotkan di hari-hari kuliah. Tapi setidaknya hawa sejuk yang dibawanya nyaman di badan. Belum lagi di pagi atau sore hari, mendukung untuk tidur lebih nyenyak. hehe
kota saya sekarang, dari balkon kamar
Omong-omong tentang tidur, saya tertarik dengan satu fakta. Waktu Malaysia sama persis dengan WITA, tapi waktu shalat Kuala Lumpur masih lebih lambat daripada Jakarta dan sekitarnya. Well, ini karena letaknya yang memang jauh di sebelah barat pulau Jawa. Dan tentang pembagian waktu yang cukup aneh itu, pemerintah Malaysia entah sejak kapan memang menetapkan zona waktu yang sama untuk wilayah ini dan Sabah Serawak (Malaysia Kalimantan). Jadilah pukul enam seperempat di sini baru adzan subuh.
Korelasinya dengan tidur? Mengutip tweet seorang reporter yang saya lupa namanya, jam tubuh manusia bergantung pada keberadaan matahari. Saya baru mengerti betul sekarang. Meskipun jam di sini bergerak lebih awal, orang-orang pun memulai dan mengakhiri harinya lebih lambat. Bangun saat subuh berarti sekitar pukul setengah tujuh. Dan jangan heran kalau pukul dua belas malam masih cukup banyak orang lalu lalang.

Tentang Makanan Baru
Berhubung saya tidak pergi jauh, hanya sekitar dua jam lewat udara, tidak banyak hal berbeda tentang makanan. Saya dan sebagian besar orang di sini masih makan nasi, absolutely! Perbedaan hanya ada pada menu dan rasa. Di sini saya menemukan berbagai macam mie, makanan pedas bersantan, dan tak berkuah banyak. Awalnya memusingkan mengingat kebiasaan makan berkuah dan tak sebegitu pedas. Beruntunglah lidah cukup bersahabat untuk menyesuaikan dengan apa adanya. Mencoba makanan baru, menarik.

Tentang Atmosfer Baru
yeah, the twin tower
KL is such a big city! Kesibukan dimulai saat hari masih gelap dan tempat tertentu tidak tidur untuk berbagai macam alasan. Dari kamar asrama saya, yang tepatnya ada di lantai delapan, bisa terlihat antrean mobil yang hampir tidak bergerak karena macet saat jam pulang kerja. Dari balkon, saya disambut julangan pencakar langit yang entah dipakai sebagai gedung apa. Bus hampir selalu penuh, begitupun LRT dan sejenisnya. Taksi lalu lalang siap menjemput dia yang ingin cepat sampai tujuan. Ramai dan padat. Keramaian tidak selamanya membuat penat, terkadang saya juga suka riuh rendah ramai orang di sini. Di sebuah lokasi bersama kerumunan orang yang melakukan urusannya masing-masing, saya bisa hanya diam mengamati. Paradoks menyenangkan untuk dilihat.
Yang menarik, di sela-sela kepadatan, hampir selalu saya bertemu orang Indonesia. Entah itu di kampus, di mall, di jalan, di mana-mana. We seems to grow that fast so our people spread out everywhere. Well, I have no idea whether that's good or bad.


Ya. Di sinilah saya sekarang. Memulai lembaran baru di tempat baru dengan segala sesuatu yang baru. Semacam meng-klik shortcut Microsoft Word, membuka file, memilih new. Tidak lupa, saya sudah memastikan menekan icon save untuk dokumen lama saya. Tidak mau meng-klik close agar dapat membukanya sewaktu-waktu saat saya butuh kutipan-kutipan dari dokumen saya sebelumnya.


blogger template by lovebird